No image available for this title

Text

Kerukunan dan Peran Negara



Pada 3 Januari 2014 ini, bertepatan dengan Hari AMal Bhakti (HAB) ke-68 Kementerian Agama, Preside Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencanangkan gerakan Kerukunan Nasional. Meski dirasa agak terlambat, karena telah banyak konflik terjadi dan berlangsung lama, pencanangan gerakan kerukunan nasional ini sangatlah penting. Sebab, bangsa Indonesia yang majemuk ini, harus terus dirawat dengan semangat kerukunan.
Pluralitas bangsa Indonesia dengan segala ragamnya (ras, suku, budaya, dan agama) adalah kenyataan yang tak terbantahkan yang dapat menjadi modal sosial bagi pembangunan nasional. Tetapi, masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai macam suku, agama, dan kelompok sosial ini juga memiliki potensi besar terjadinya konflik sosial, terutama yang dilatarbelakangi oleh persoalan agama. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus kekerasan atas nama agama. Bahkan, kekerasan atas nama agama ini telah menjadi realitas empiris dalam beberapa tahun terakhir.
Oleh karena itu, perlu terus digaungkan dan digerakkan semangat kerukunan oleh segenap lapisan masyarakat. Kesadaran dari seluruh kalangan masyarakat akan pentingnya kerukunan menjadi modal merajut persatuan. Sebab, konflik dan kekerasan hanya akan menggerogoti bangsa ini dari dalam, merapuhkan sendi-sendi keutuhan, dan merobohkan bangunan kesatuan bangsa.

Akar Kekerasan
BErulang dan berlarutnya permasalahan konflik dan kekerasan baik karena persoalan sosial, politik, etnis, bahkan yang mengatasnamakan agama disebabkan beberapa hal.
Pertama, lemahnya penegakan hukum (law enforcement. Aturan dan hukum yang telah jelas mengatur tentang sanksi dan hukuman bagi pelaku tindak kekerasan, apa pun motifnya, seringkali tumpul di tangan penegak hukum. Alih-alih terselesaikan, kekerasan justru semakin menjalar luas dan mengakar lebih dalam.
Kedua, kepentingan politik. Jamak di negeri ini bahwa setiap momen, baik menguntungkan atau merugikan, selalu dimanfaatkan untuk kepentingan politik dan kekuasaan kelompok tertentu.
Ketiga, kebijakan (policy) pemerintah yang tidak adil.
Keempat, pemahaman keagamaan yang dangkal.

Peran Negara
Kekerasan, apa pun bentuk dan motifnya, tidaklah dibenarkan dalam menyelesaikan permasalahan. Sebab, kekerasan hanya akan menambah luka semakin dalam.
Dalam hal ini, negara melalui Kementerian Agama, misalnya, atau lembaga negara lain yang terkait dapat memerankan fungsinya sebagai inisiator dan mediator sekaligus.
Pertama, sebagai inisiator negara harus aktif memunculkan ide, gagasan, dan program yang bersentuhan langsung dengan pemeliharaan kerukunan umat.
Kedua, sebagai mediator, negara harus jeli melihat akar konflik dan kekerasan yang timbul di masyarakat. Kemudian melakukan mediasi agar pihak yang berkonflik dapat duduk bersama mencari solusi yang tepat.
Di sinilah, gerakan Kerukunan Nasional yang dicanangkan Presiden dan peringatan HAB ke-68 Kemenag menemukan momentumnya; menegaskan peran negara dalam menjaga kerukunan dan keutuhan bangsa. Negara tidak boleh tinggal diam dan lalai di tengah konflik yang terus berlangsung dan berulang.


Ketersediaan

Tidak ada salinan data


Informasi Detil

Judul Seri
-
No. Panggil
-
Penerbit OReilly : .,
Deskripsi Fisik
Hal. 4
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
-
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
Kamis, 2 Januari 2014
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab

Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain




Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaXML DetailCite this