Penelitian ini dilatarbelakangi tidak dibedakannya status kesaksian laki-laki dan perempuan, sementara dalam Alquran kesaksian dua orang perempuan sama dengan satu orang laki-laki. Berdasarkan hal tersebut permasalahan penelitian ini 1) bagaimana status kesaksian laki-laki dan perempuan dalam hukum acara perdata, 2) dasar hukum apa yang digunakan, dan 3) bagaimana pandangan hukum islam terhadap dasar hukum yang digunakan Hakim Pengadilan Agama Palangka Raya dalam menetapkan status kesaksian laki-laki dan perempuan.
Data penelitian lapangan yang menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif ini digali dari tiga orang subjek penelitian dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang telah terkumpul diabsahkan melalui teknik triangulasi sumber dan dianalisis melalui tahapan collection, reduction, displaying, conclusion dan verification.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa statu perempuan di Pengadilan Agama Palangka Raya memiliki nilai pembuktian yang sama dengan kesaksian laki-laki. Dasar yang digunakan hakim dalah HIR, RBg dan KUHP yang tidak membedakan status kesaksian laki-laki dan perempuan, sehingga hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama pun sama dengan hukum acara di peradilan umum, kecuali ada aturan khusus yang mengaturnya. Apabila dikaji melalui hukum Islam, penyamaan status kesaksian laki-laki dan perempuan tampak bertentangan dengan Q.S. al-Baqarah [2: 282]. Namun apabila dilihat dari segi kemaslahatan khususnya bagi yang membutuhkan kesaksian dan kebetulan yang ada hanya satu orang laki-laki dan satu orang perempuan, maka hal ini tentu dapat membantu menjaga hak-hak yang berperkara. Selain itu, pada zaman sekarang perempuan sudah banyak berkiprah diberbagai belahan dunia ini, sehingga untuk menjadi saksi adalah hal yang bias dapat dilakukan. Berdasarkan hal demikian, tampaknya hukum acara yang diberlakukan di pengadilan agama seperti di Pengadilan Agama Palangka Raya, khususnya di bidang kesaksian tampak relevan dengan kondisi sekarang.